Perempuan Seribu Rasa
Allah menciptakan perempuan dengan dua pasang tangan yang penuh kebahagiaan. Di setiap pelukan menghadirkan rasa ketenangan dan kehangatan.
Allah SWT ciptakan kekuatan untuk mengatasi banyak hal luar biasa dan mengatasi beban hidup.
Allah SWT
ciptakan perasaan untuk mampu mengutarakan isi hatinya, menyimpan kebahagiaan,
mampu tersenyum ketika hatinya menjerit, mampu tertawa ketika hatinya menangis.
Allah SWT ciptakan air mata untuk bisa mengekspresikan kegembiraan, rasa cinta, bangga, harapan, kesepian, kegundahan, kesedihan, serta penderitaan. Namun, hanya satu kekurangan yang dimiliki perempuan, hanya satu hal. “Dia terkadang melupakan betapa berharga dan mahalnya dia”.
@@@*****@@@
Hai gaisss... Namaku Wanda Hamidah, saat ini aku adalah seorang “santri” di Pondok Pesantren Al - Amien, selain itu aku juga sekolah di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Kediri.
Karena bujukan abah dan ibu yang membawaku tertarik untuk memasuki pondok pesantren. Disetiap kata yang terucap dibibir abah dan ibuku seperti petunjuk arah bagiku.
Aku selalu mengingat petuah yang diberikan oleh Abahku, “Seorang santri adalah orang pilihan Allah SWT untuk dimudahkan sholeh-sholehahnya.” dan “Apa saja yang kamu impikan seperti cita-cita, jodoh, apapun itu, Kamu tulis, karena tulisan itu ibarat do’a yang setiap saat kamu baca dan lafalkan setiap melihat tulisan itu. Pesantren adalah tempat mustajabah.”
Dan...
Ibuku juga berkata “Tidak ada satu pun do’a yang terucap tidak terijabah, dipondok pesantren.” dan “Sebodoh-bodohnya orang, jika dia percaya akan kun fayakun-NYA Sang Pencipta maka akan tercapai. Walaupun itu mustahil baginya. Tapi bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin didunia ini selain atas kehendak-Nya. Tempat itulah yang sering disebut sebagai “penjara suci”, tempat untuk mendekat dengan Allahulkarim.”
18 juni 2016 adalah peristiwa yang paling mengesankan bagiku. Merupakan suatu kebanggaan untuk bisa masuk di pondok pesantren Al-Amien. Tapi diluar dugaanku, semua realita berbeda dengan apa yang aku bayangkan.
Kehidupan pesantren yang ku kira penuh dengan kebahagian, saling membagi tangis dan tawa dengan sahabat. Namun, semuanya berbanding terbalik dengan angananku. Aku sangat terusik dengan keadaan itu, aku tidak bisa menyesuaikan diri dengan semua ini.
Rindu yang membelenggu menjadi faktor utama. Pekikan keadaan yang memaksaku jauh dari kata mudah. Kesabaran dan keikhlasan begitu terpatri dalam jiwa.
Rasanya
awal berada di pondok pasantren bagaikan satu tahun penuh dengan ujian.
Menangis adalah rujukan pertama, setiap kesepian yang melintas begitu derasnya
air mata tak dapat dibendung. Bagaimana tidak, kerinduan yang singgah dalam
kalbu sangat menusuk. Kerinduan akan jauhnya ibu dan abah serta keceriaan sang
adik menjadikan kesunyian adalah pilihan.
Semua kulakukan dengan sabar hati. Mulai dari yang terkecil, untuk mandi saja aku harus menunggu ramainya keadaan, bahkan untuk beberapa jam lamanya. Mencuci piring untuk kebutuhan teman sekamar pun sudah menjadi suatu hal yang wajib bagiku. setiap pelanggaran, entah itu tidak mengikuti kegiatan mengaji atau hal yang lainnya, hukuman akan selalu menanti, dengan sebutan “ta’ziran” dari apapun itu sabar tidak pernah tertinggal disetiap langkahku.
Hari demi hari ku lalui dengan meniti jalan yang penuh kebiasaan. Dengan kebiasaan itu warna-warni kehidupan indah datang dengan liar. Penjara suci penuh dengan ujian juga penuh dengan cerita. Kebahagiaan satu per satu datang dengan sendirinya, kenyamanan dipesantren sangat berpengaruh.
Salah satunya, hubungan teman yang harmonis, memiliki waktu khusus untuk Allah SWT, sangat mempermudah diri lebih taat kepada Allah, memiliki pengalaman yang sangat mengesankan, yang terpenting adalah dimudahkan kesholehan-kesholehannya oleh Allah SWT, serta masih banyak lagi.
Pondok pesantren adalah tempat pendidikan paling utama untuk membentuk karakter akhlak yang baik disetiap muslim untuk hidup di masyarakat. Kebahagiaan yang tercermin dipesantren sudah tertata, sama seperti keadaan disekolah.
Ada rasa yang tiba-tiba muncul membuat butiran mutiara hati terbangun. Saat itu rasa datang, karena aku mengagumi kaum adam yang sholeh.
Memang dia tidak cool dan tidak hits, tapi taqwanya yang membuat aku terpana.
Rasa yang ku miliki bukan cinta melainkan hanya sekedar kagum. Pertama kali aku melihatnya dia sangat berbeda, namun aku hanya bisa berdo’a karena aku takut untuk jatuh cinta. Suatu prinsip yang terpatri untuk tidak bercinta sebelum di akadkan, takut tuk menduakan Allah, Rasulullah, kemudian Orangtua yang dapat membatasi diri.
Semakin lama rasa ini ku pendam semakin aku ingin lebih mengenalnya. Iman dan taqwanya yang meluluhkan, dia benar-benar idaman setiap kaum hawa. Bukan hanya taqwa, taat, dan sholeh, dia juga pandai disemua kitab. Dengan penuh harapan semoga takdir dapat diubah dengan keistiqomahan do’a.
Rasa takut telah melanda dan membelenggu dalam jiwaku. Rasa itu datang membuat goyahnya iman dan hijrahku mengalami kegoncangan .Takut yang mendasar yaitu, “Aku takut Allah cemburu karena perasaan ini.”
Perasaan yang semula kagum menjadi cinta. Aku tak bisa menyembunyikan rasa ini terlalu dalam.
Dari sifat pribadiku dengan penuh keterbukaan. Apapun yang aku alami di pondok pesantren atau di sekolah tak satupun peristiwa yang terlewat untuk ku ceritakan kepada kedua orang tuaku, melalui sepucuk surat yang kukirim. Setiap hari Sabtu dengan penuh rindu ku tulis surat yang membuat aku lega untuk menyusuri semua permasalahan, hari penantian dengan penuh kesabaran.
Tak lepas dari semua itu, penantian yang memuahkan seyuman akan kebahagiaan adalah “LIBURAN”. Karena hanya liburan, jalan penghapus segala kerinduan. Kembali merasakan suasana tentramnya hidup setelah membekam di penjara suci suatu hidayah yang besar. Walau hanya sekejap.
Rasanya ingin sekali bercerita langsung, menatap kontak mata dengan abah dan ibuku, dan cepat mengawali pembicaraan, untuk bercerita tentang rasa yang membuat aku harus memilih antara senang dan takut.
Saat itu jam empat sore ibu dan abah sedang berkumpul di ruang TV. Aku mulai menghampiri mereka.
“Ibu ... Abah ...” (bingung, mikir mau bilang apa)
Abah merespon, “Apa sayang, kangen Abah sama Ibu ya...” (menengokku dengan heran)
“Ehmmm ...Abah... Ibu ... boleh enggak Wanda kagum sama lelaki...”
Ibu menjawab, “Tetap enggak boleh... pacaran itu dosa, Wanda mau membagi cinta Abah dan Ibu ya.
Wanda mau bikin Allah SWT marah karena dekat dengan bukan mahromnya.”
“Wanda cuma
kagum aja. Lagian, mana mungkin Wanda bisa membagi cinta Ibu dan Abah.”
“Wajar
sebenarnya Wanda memiliki perasaan itu tidak apa-apa.” Ujar Abah
“Tapi Wanda
harus bisa bedakan mana cinta mana sekedar kagum. Ibu takut Wanda
terjerumus. Niat hijrah Wanda sudah tertata. Masa iya karena seorang
lelaki iman Wanda goyah.” Ibu menambahkan.
“Iya Bu,
Bah itu yang sangat Wanda pikirkan dan selalu menghantui dibayangan Wanda. Yang
paling takut adalah Wanda membuat Allah SWT cemburu karena perasaan ini Bu,
Bah.”
Abah berkata “Solusi terbaik adalah Wanda sholat taubat, lalu minta maaf sama Allah SWT. Wanda boleh mempunyai perasaan itu. Abah dan Ibu paham kok Wanda kan juga remaja. Dulu Abah sama Ibu merasakan hal yang sama kok. Itu fitrah sayang. Rasa itu khas anugrah paling indah. Tapi Wanda harus bisa membagi dimana sama Allah SWT, sama pesantrennya, sama sekolahnya. Wanda harus bisa membagi waktu itu.”
“Baiklah, Bah, Bu. Insyaallah semoga Wanda bisa menata itu semua. Bisa istiqomah dengan niat Wanda. Aminnn.”
Ibu dan Abah mendoakan “Iya sayang. Aamiinnn. Aamiin.”
Waktu begitu cepat berlalu, liburan pesantren sudah usai... Alhamdulillah, ternyata semua kejadian yang kualami satu bulan yang lalu, adalah ujian ketabahan sanggupkah aku di pondok tanpa “ boyong ”. sedikit demi sedikit teman pondokku menunjukkan kesetiaan persahabatan. Dan terbiasalah aku berada di keadan benuh berkah, rahmad, dan hidayah. Semata karena Allah.
NB: Seberat apapun ujian pondok, jangan pernah punya niatan untuk boyong. Tetaplah sabar dan tawakal, karena Allah Swt, memiliki sejuta cara untuk membalas kesabaran kita
.....@@.....
TENTANG PENULIS
Nama: Wanda Hamidah ~ Cita-cita: Dosen / Guru ~ Moto: Dimanapun kita berada selagi kita masih bernapas, selalu ingatlah Sang Pencipta (Allah Subhānahu wa Ta'ālā) ~ Harapan: Menang atas Ridlo Allah dan Mengungkap rasa cinta dalam diam yang sesungguhnya dengan cara yang benar di jalan Allah.
Komentar
Posting Komentar